Keputusan Sidang Dewan Fatwa P.B. Al Dj. Washlijah pada Kongres ke-XI Tgl. 29 Nopember 1959:
Pertanjaan:
Adakah suatu tharikat dalam Islam menurut pendapat ahli2 tharikat mengamalkan zikir Allah, Allah, jang antara lain dalam kaifiatnja menghadiahkan Fatihah kepada Qarkaz dan sebagainja, sedang tharikat itu diterima oleh pemimpinnja langsung dari malaikat Djibril dengan tidak
melalui Nabi Muhammad s.a.w.
Djawab:
Menurut keterangan ulama tharikat, hubungan semua tharikat dengan Tuhan wadjib melalui Nabi Muhammad s.a.w. Tersebut dalam kitab
Djami‘ul Ushûl fil Aulijâ’ wa Anwâ’ihim muka 22: “Wadjib pada semua tharikat menjebutkan sanad2nja sampai kepada Rasul (Nabi Muhammad s.a.w.).”
“Telah ijma’ ulama Salaf semuanja bahwa orang jang tidak sah berbangsa kepada kaum (ahli tharikat) itu dan tidak ada keizinan ia duduk (mengadjar) bagi manusia, tidaklah boleh mengemukakan diri mengadjar orang dan tidak boleh mengikat djanji dengan mereka dan tidak boleh menurunkan (mentalkinkan) zikir dan sesuatu dari pada tharikat, karena rahasia pada tharikat itu hanjalah hubungan dan pertalian hati satu dengan jang lain kepada Rasul s.a.w. jang seterusnja kehadrat Tuhan jang maha mulia.”
Pertanjaan:
Apakah hukumnja orang jang menghukumkan bahwa seseorang kafir dan seseorang jang lain kafir 30%, menerangkan orang2 jang
sudah mati berada di dalam neraka atau surga, menentukan waktu dan tanggal kematian seseorang dan lain2 sebagainja dari pada soal2
jang ghaib dan jang akan datang dengan bertanja kepada sesuatu jang tidak nampak di mata orang banjak dengan gontjangan tasbih atau
gontjangan tangan atau gontjangan kepala dan sebagainja.
Djawab:
Perbuatan tersebut adalah pekerdjaan kahin. Menurut keterangan Syech Ibnu Hadjar dalam az-Zawâdjir djilid 2 muka 183, pekerdjaan kahin
itu hukumnja haram. Syech Radjab menerangkan dalam kitab al-Wasîlah Sjarah ath-Tharîqah, kahin adalah orang jang menerangkan perkara
jang ghaib baik dengan ramal maupun dengan batu, dengan bidji padi dan sebagainja.
Syech Al Hafizh Al Munziri dan Syech Ibnu Hadjar Al Haitami menerangkan bahwa kahin ialah orang jang menerangkan perkara jang tersembunji,
terkadang tepat dan kebanjakan tidak tepat, jang disangkanja bahwa djin menerangkan kepadanja jang demikian. Dalam hadis jang diriwajatkan Imam Buchari, dinjatakan bahwa orang bertanja kepada Rasul Allah s.a.w. tentang kahin. Djawab Nabi “laisa bi sjaiin” (tidak suatu djuapun itu!). Kata mereka “Ja Rasul Allah, terkadang mereka bertjerita kepada kami tentang sesuatu, maka jang ditjeritakannja itu benar.” Sabda Rasulullah s.a.w. “itulah perkataan dari pada kebenaran jang dapat disambar djin lalu dituangkannja kepada telinga walinja, maka ditjampur aduk mereka dengan seratus dusta.”
Sabda Nabi s.a.w. “Barangsiapa datang kepada kahin (dukun) lalu dibenarkannja apa jang dikatakannja, maka sesungguhnja telah kafirlah dia terhadap apa jang telah diturunkan atas Muhammad s.a.w.” (Riwajat al-Bazzar dengan sanad jang baik). “Barangsiapa datang kepada kahin lalu dibenarkannja apa jang dikatakannja maka sesungguhnja telah terlepas dia dari apa jang diturunkan kepada
Muhammad s.a.w. dan siapa jang mendatangi dengan tidak mempertjajainja tidak diterima sembahjangnja empat puluh malam.”
Kata Syech Al Qurthubi: Djanganlah terpedaja oleh karena kebetulan ada jang benar diantara jang dikatakan mereka dan banjak orang jang mengaku berpengetahuan datang kepadanja karena sebenarnja mereka itu tidak mendalam ilmunja. (Lihat Fathul Bârî, 10: 181).
Pertanjaan:
Apakah boleh dipertjajai pengadjaran orang jang menjebutkan bahwa di antara malaikat ada jang bernama Qarkaz, Karakasj, Karanas
dan Karanath?
Djawab:
Mempertjajai malaikat termasuk rukun iman. Dan untuk menetapkan nama2 malaikat jang wadjib dipertjajai harus berdasarkan keterangan
Al Quran atau hadis jang dapat didjadikan dasar kejakinan. Qarkaz, Karakasj, Karanas dan Karanath tidak tersebut di dalam Al Quran, hadis
dan keterangan ulama jang mu’tabar sebagai nama malaikat.
Pertanjaan:
Bolehkah menghampirkan diri (taqarrub) kepada ruh2 dan djin?
Djawab:
Syech Ibnu Hadjar Al Haitami menerangkan dalam Fatâwa al-Hadisijah muka 104:
“Menghampirkan diri (taqarrub) kepada ruh dan berchidmat kepada radja2 jin adalah termasuk dalam bahagian sihir. Itulah jang sudah menjesatkan al-Hâkim al-‘Ubaidî (jang terkutuk itu) sehingga ia mengakui dirinja Tuhan dan dipermain-mainkan sjetan.”
Medan, 30 Nopember 1959
Sidang Dewan Fatwa
Kongres Al Djam. Washlijah ke-XI
Abdul Wahab (Ketua) dan Ma’mur Aziz (Sekretaris)
Sumber: Pengurus Besar Al Djamijatul Washlijah. Putusan-Putusan Kongres Al Dj. Washlijah Ke-XI Tanggal 27 s/d 30 Nopember 1959 Di Medan (Medan: Pengurus Besar Al Djamijatul Washlijah, 1959).