Bener Meriah – Sabtu, 11 Januari 2025, saya sebagai Ketua Lembaga Kajian Strategis Al Washliyah (LKSA) Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah dan Sekretaris Centre for Al Washliyah Studies (Pusat Kajian Al Washliyah) memaparkan materi berjudul “Al Washliyah: Sejarah dan Strategi Pengembangan” di hadapan puluhan pengurus dan anggota organisasi dalam Rapat Kerja Daerah Pengurus Daerah (PD) Al Jam’iyatul Washliyah Kabupaten Bener Meriah, Aceh, di Mess Pemda Bener Meriah. Saya menyampaikan dua materi utama: (1) kilas balik tentang organisasi Al Washliyah, dan (2) strategi pengembangan organisasi. Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh pengurus Al Washliyah di Kabupaten Bener Meriah, dan dibuka secara resmi oleh Ketua Pengurus Wilayah Al Washliyah Provinsi Aceh, Prof. Dr. Ridwan Nurdin, MCL. Berikut rangkuman materi saya:
Kilas Balik tentang Organisasi Al Washliyah
Kegiatan seminar di Rapat Kerja organisasi sangat penting dilakukan mengingat tidak semua pengurus baru mengenal organisasi dengan baik, atau para pengurus memerlukan saran-saran dari ahli dalam rangka pengembangan organisasi. Dalam konteks yang pertama, saya memberika sajian penguatan materi tentang organisasi Al Washliyah. Nama “Al Jam’iyatul Washliyah,” artinya organisasi yang menghubungkan, oleh Syekh Muhammad Yunus, alumnus Madrasah Shaulatiyah, dan murid Syekh ‘Abd al-Qadir bin Shabir al-Mandili di Makkah. Nama ini pertama sekali disampaikan dalam rapat di Maktab Islamiyah Tapanuli, 26 Oktober 1930. Al Washliyah diresmikan di Gedung Maktab Islamiyah Tapanuli, 9 Rajab 1349 / 30 November 1930. Abdurrahman Sjihab menyatakan bahwa pembangun dan pelopor Al Jam’iyatul Washliyah terdiri dari pelajar-pelajar Maktab Al-Islamiyah Tapanuli yang dipimpin oleh Almarhum Syekh Muhammad Yunus dan Almarhum Syekh Ja’far Hasan, dan pelajar-pelajar Madrasah Al Hasaniyah yang dipimpin oleh Almarhum Syekh Hasan Ma’shum. Para pembangun Al Washliyah menurut Nukman Sulaiman adalah Abdurrahman Sjihab, Ismail Banda, M. Arsjad Th. Lubis, Sjamsuddin Said, A. Malik, Abdul Aziz Effendy, Mhd. Nurdin, Adnan Nur Lubis, Abdul Wahab Lubis, Yusuf Ahmad Lubis, Ya’kub, O.K. H. Abdul Azis, Baharuddin Ali, Usman Deli, dan Syekh Muhammad Yunus.
Adapun tujuan Al Washliyah saat pertama dididirikan adalah “memajukan, mementingkan, dan menambah tersiarnya agama Islam”. Dalam Anggaran Dasar Al Washliyah tahun 2021, disebutkan bahwa “Al Washliyah bertujuan menegakkan ajaran Islam, amar ma’ruf nahi munkar untuk terciptanya masyarakat beriman, bertaqwa, cerdas, amanah, adil dan makmur dalam kerangka NKRI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945 yang diridhai Allah Swt.” Cita-cita awal organisasi ini adalah bahwa “perhimpunan ini akan mengadakan taman pembacaan, membuka pelajaran-pelajaran, mengadakan tablig agama Islam, mengeluarkan majalah-majalah, dan menjawab masalah-masalah agama Islam”. Usaha-usaha organisasi meliputi pendidikan, dakwah, amal sosial, pemberdayaan ekonomi umat, dan pengkaderan.
Dalam Anggaran Dasar disebutkan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi, Al Washliyah melakukan usaha-usaha:
- Melakukan penataan dan pengembangan/peningkatan kualitas manajemen pada lembaga-lembaga pendidikan dan pembangunan lembaga-lembaga pendidikan baru pada semua jenjang dan jenis pendidikan.
- Melaksanakan amar makruf nahi munkar, mengupayakan peningkatan mutu dan jumlah da’i, serta menyempurnakan manajemen dakwah.
- Menyantuni, memelihara, serta mendidik anak-anak dari keluarga miskin, yatim, dan terlantar, serta memperbaiki manajemen panti-panti asuhan yang ada, dan membangun panti-panti asuhan baru.
- Meningkatkan kualitas keislaman dan kekhususan kealwashliyahan bagi pimpinan dan anggota melalui kaderisasi ataupun pelatihan terstruktur.
- Berpartisipasi dalam mengatasi terjadinya bencana alam, stunting, kelaparan dan masalah sosial lainnya.
- Meningkatkan kesejahteraan umat melalui pembinaan dan pengembangan ekonomi.
- Melakukan kerjasama atau kemitraan dengan pemerintah maupun pelaku ekonomi, guna menciptakan partisipasi masyarakat dan mendukung munculnya sentra-sentra ekonomi dan bisnis baru terutama yang berbasis syariah.
- Mengadakan, memperbaiki, dan memperkuat hubungan persaudaraan umat Islam (Ukhuwah Islamiyah) dalam dan luar negeri.
- Melakukan berbagai upaya untuk menegakkan keadilan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
- Turut serta membina stabilitas nasional yang mantap dan dinamis di Negara Kesatuan Republik Indonesia, guna mewujudkan kesuksesan pembangunan nasional.
- Ikut berperan dalam melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas hubungan persaudaraan umat Islam (ukhuwah Islamiyah) di dalam dan di luar negeri melalui jalur diplomasi.
- Melakukan usaha-usaha lain yang dipandang perlu sepanjang tidak bertentangan dengan AD/RT.
Sebagai organisasi, Al Washliyah telah menetapkan asas, fikih, akidah, dan sifat organisasi. Dalam putusan Kongres I Al Washliyah tahun 1936, disebutkan bahwa “anggota Al Jam’iyatul Washliyah tetap hanya yang bermazhab Syafi‘i dan beriktikad Ahl al-Sunnah wal al-Jama‘ah”. Al Washliyah merupakan organisasi yang berasas Islam, dalam arti bahwa “segala sesuatu usaha yang dibangunkan atas namanya haruslah ditegakkan di atas Islam yang menjadi asasnya. Tidak boleh sekali-kali sedikit pun keluar dari padanya. Tiap-tiap pemimpin, pengurus, anggota, tiap-tiap Ranting, Cabang dan Daerah harus lebih dahulu mencocokkan tiap-tiap usaha yang akan digerakkan dan diperjuangkan atas nama perkumpulan ini dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam hukum Islam. Hanya segala sesuatu yang diizinkan dalam hukum Islam yang boleh dikerjakan dan yang bertentangan dengannya tidak akan dicampuri.” Al Washliyah juga merupakan organisasi yang menganut mazhab Syafi‘i, dalam arti bahwa “semua usaha yang dijalankan atas nama organisasi harus sesuai dengan ketentuan hukum Islam dalam mazhab Syâfi‘i, dan segala pertikaian yang terjadi dalam organisasi Al Washliyah harus diselesaikan menurut ketentuan hukum Islam dalam mazhab Syâfi‘i.” Al Washliyah juga merupakan organisasi yang menganut akidah Ahlussunnahwaljamaah dengan keyakinan bahwa “iktikad Ahlussunnah wa al-Jama‘ah adalah iktikad yang sesuai dengan jalan Nabi Muhammad saw. dan sahabat-sahabatnya. Golongan inilah yang selamat dari neraka dan masuk ke surga.” Selain itu, Al Washliyah adalah organisasi yang bersifat independen. Pengertian umum dari pernyataan ini adalah bahwa Al Washliyah bukan organisasi politik dan tidak berpolitik praktis.
Perkembangan pendidikan Al Jam’iyatul Washliyah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan sejak awal pendiriannya. Pada tahun 1935, organisasi ini telah memiliki 18 unit madrasah atau sekolah di Medan dan 19 unit lainnya di luar Medan. Sebelumnya, pada periode 1930-1931, belum terdapat madrasah yang didirikan, namun pada tahun 1942 jumlahnya meningkat pesat menjadi 193 unit. Sayangnya, akibat Perang Dunia II, antara tahun 1942 hingga 1945, sebanyak 122 madrasah mengalami kerusakan atau roboh, menyisakan 71 unit yang masih berfungsi. Setelah kemerdekaan Indonesia, perkembangan lembaga pendidikan Al Washliyah semakin pesat, dengan jumlah madrasah atau sekolah mencapai 667 unit pada tahun 1955 dan meningkat menjadi 975 unit pada tahun 1959. Pada tahun 1955, jumlah pelajar yang terdaftar mencapai 70.000 orang, dengan 700 guru yang mengajar. Jumlah ini terus bertambah, dan pada tahun 1980, tercatat sebanyak 1.477 madrasah atau sekolah di bawah naungan Al Washliyah.
Tonggak sejarah penting dalam perjalanan pendidikan Al Washliyah adalah pendirian madrasah pertama, yaitu Madrasah Al Washliyah di Medan, pada tanggal 1 Agustus 1932 oleh Abdurrahman Sjihab, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Al Washliyah. Seiring perkembangan waktu, pada tahun 1956, Al Washliyah telah mengelola berbagai jenis lembaga pendidikan, termasuk 301 Tajhizi, 296 Madrasah Ibtidaiyah (MI), 14 Madrasah Tsanawiyah (MTs), 3 Qismul ‘Aly, 1 Takhassus, 39 Sekolah Rakyat (SR), 7 Sekolah Menengah Pertama (SMP), 2 Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP), 2 Sekolah Guru B (SGB), dan 5 Pendidikan Guru Agama (PGA), dengan total 670 unit pendidikan. Hingga tahun 2021, Al Washliyah telah berkembang menjadi lembaga pendidikan berskala nasional dengan jangkauan di 14 provinsi. Institusi pendidikannya mencakup 234 Taman Kanak-Kanak (TK), 81 Sekolah Dasar (SD), 96 Madrasah Ibtidaiyah (MI), 48 Sekolah Menengah Pertama (SMP), 138 Madrasah Tsanawiyah (MTs), 12 Sekolah Menengah Atas (SMA), 28 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan 67 Madrasah Aliyah (MA), dengan total keseluruhan 704 lembaga pendidikan yang tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali. Selain itu, Al Washliyah juga berperan dalam pendidikan tinggi dengan mendirikan sembilan perguruan tinggi yang terdiri atas empat universitas dan lima sekolah tinggi. Hal ini menunjukkan komitmen Al Washliyah dalam membangun dan mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia.
Strategi Pengembangan Organisasi
Strategi pengembangan organisasi Al Washliyah dirancang dengan struktur kepengurusan yang efektif untuk memastikan kelancaran operasional dan pencapaian tujuan jangka panjang. Dalam hal ini, personil Harian Pengurus Daerah Al Washliyah terdiri dari minimal 11 orang, dengan pembagian tugas yang jelas: seorang Ketua, tiga Wakil Ketua, Sekretaris, tiga Wakil Sekretaris, Bendahara, dua Wakil Bendahara, dan Anggota Pleno Pengurus Daerah. Struktur ini memastikan adanya koordinasi yang baik dan pengelolaan yang efisien di setiap tingkat kepengurusan.
Selain itu, kepengurusan Majelis Al Washliyah juga menjadi kunci pengembangan organisasi. Terdapat lima majelis utama yang berperan aktif dalam menjalankan program kerja Al Washliyah, yaitu Majelis Pendidikan, Majelis Dakwah, Majelis Amal Sosial, Majelis Pembinaan dan Pengembangan Ekonomi, Majelis Kader, serta Majelis Hubungan Kelembagaan dan Organisasi Dalam dan Luar Negeri. Setiap majelis bertanggung jawab pada bidang tertentu yang mendukung visi dan misi organisasi, memastikan kegiatan berjalan sinergis dan tepat sasaran.
Untuk mendukung pengembangan lebih lanjut, Al Washliyah juga memiliki delapan Lembaga Otonom yang mengurusi bidang-bidang strategis, antara lain: Lembaga Penanggulangan Bencana, Lembaga Komunikasi dan Informasi, Lembaga Kajian Strategis Al Washliyah (yang fokus pada Ekonomi, Politik, Sosial, dan Budaya), Lembaga Verifikasi, Registrasi, dan Pemberdayaan Aset dan Wakaf, Lembaga Amil Zakat dan Infaq, Lembaga Bantuan Hukum dan HAM, Lembaga Hisab dan Rukyah, serta Lembaga Satuan Komunitas Pramuka Al Washliyah. Dengan lembaga-lembaga ini, Al Washliyah dapat mengelola berbagai aspek kehidupan masyarakat dengan pendekatan yang lebih terorganisir.
Keterlibatan berbagai organisasi bagian dalam struktur ini juga memperkaya jangkauan dan kapasitas Al Washliyah. Organisasi-organisasi tersebut mencakup berbagai segmen, seperti Muslimat Al Washliyah (kaum ibu), Gerakan Pemuda Al Washliyah (pemuda), Angkatan Putri Al Washliyah (pemudi), Ikatan Pelajar Al Washliyah (pelajar), Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (mahasiswa), Ikatan Sarjana Al Washliyah (sarjana), dan Ikatan Guru dan Dosen Al Washliyah (guru dan dosen). Melalui keterlibatan berbagai elemen masyarakat ini, Al Washliyah dapat menjalankan misi sosial, pendidikan, dan dakwahnya secara lebih luas dan menyeluruh.
Saya juga mengemukakan teori Modal Pierre Bourdieu yang menegaskan bahwa modal adalah sumber daya yang menentukan posisi seseorang atau kelompok tertentu dalam masyarakat. Terdapat tiga jenis modal, yakni modal ekonomi, modal kultural dan modal sosial. Dalam konteks teori ini, Al Washliyah akan menjadi organisasi berpengaruh manakala memiliki dan memanfaatkan secara maksimal ketiga jenis modal ini. Modal ekonomi meliputi uang, kekayaan, dan aset material terutama untuk pembiayaan kegiatan organisasi; barang budaya; dan gelar. Kemudian, modal kultural yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan. Terakhir, modal sosial yang meliputi relasi antar personal, kepercayaan, dan pengakuan dari pihak lain. Ketiga modal ini saling berinteraksi dan dapat memperkuat satu sama lain, bahkan mendukung pengembangan organisasi Al Washliyah di masa depan.
Al Washliyah harus memiliki, memperkuat, dan memberdayakan semua jenis modal di atas. Modal ekonomi dapat meningkatkan sumber daya organisasi, seperti dana untuk kegiatan dakwah, pendidikan, amal sosial, ekonomi atau kaderisasi. Al Washliyah bisa mengembangkan modal ekonomi dengan meningkatkan kemitraan dengan donatur, lembaga keuangan syariah, atau bahkan mengembangkan usaha kreatif yang memberikan keuntungan. Pengelolaan kekayaan secara profesional dapat membantu mendanai berbagai program yang penting bagi organisasi. Selain itu, modal kultural berperan dalam mempertahankan dan mengembangkan tradisi intelektual Al Washliyah. Al Washliyah dapat memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan para ulama dan pengurusnya untuk memperkaya wacana keagamaan serta meningkatkan kualitas amal usaha organisasi. Ketiga, modal sosial terkait dengan hubungan dan jaringan yang dimiliki oleh pengurus dan anggota Al Washliyah. Dalam konteks ini, Al Washliyah dapat memperluas jaringan sosialnya melalui kerjasama dengan organisasi-organisasi lain dan pemerintah, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Kepercayaan dan pengakuan sosial yang dimiliki oleh pengurus atau tokoh-tokoh Al Washliyah dapat memperkuat posisi organisasi di masyarakat. Melibatkan anggota dan masyarakat dalam realisasi program kerja organisasi akan memperkuat ikatan sosial dan meningkatkan partisipasi aktif mereka. Dengan mengoptimalkan ketiga modal, Al Washliyah dapat menjadi organisasi yang mapan dalam pengembangan pendidikan, dakwah, amal sosial, ekonomi, dan kaderisasi, bahkan menjadi organisasi yang berpengaruh.[]
Penulis : Dr. Ja'far, M.A.