Pada tanggal 30 November 2024, saya diundang sebagai salah satu narasumber dalam seminar “Menyongsong Satu Abad Al Washliyah, Tingkatkan Peran dan Kolaborasi Organisasi Menuju Indonesia Emas 2045” di Aula Dinas Pendidikan Cabang Aceh Barat, Meulaboh, Aceh Barat. Saya pergi ke Meulaboh melalui jalur darat via Aceh Tengah dan Nagan Raya bersama rombongan Ketua PW Al Washliyah Aceh, Prof. Dr. Ridwan Nurdin, MCL. Salah satu narasumber lainnya dalam seminar adalah Prof. Dr. Hasan Asari, M.A. dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Seminar ini dihadiri oleh puluhan pengurus dan guru Al Washliyah, dan diadakan dalam rangka rangkaian milad Al Washliyah di Aceh. Dalam seminar ini, saya diminta menyampaikan materi tentang karakter pendidikan Al Washliyah. Kemudian, saya akhirnya tidak jadi mempresentasikan makalah saya, karena Ketua PW Al Washliyah Aceh meminta saya untuk menghadiri acara peletakan batu pertama pembangunan pusat lembaga pendidikan Pengurus Daerah Al Washliyah, sementara kegiatan seminar diisi oleh dua narasumber lainnya. Berikut ini adalah materi yang ingin saya sampaikan:
Saya memulai diskusi dengan mengenalkan dua madrasah yang sangat berpengaruh terhadap pendidikan Al Washliyah. Pertama, Maktab Islamiyah Tapanuli yang berdiri pada tahun 1918. Para guru madrasah ini adalah Syekh Ja’far Hasan dan Syekh Muhammad Yunus yang merupakan murid Syekh ‘Abd al-Qadir bin Shabir al-Mandili di Masjidilharam. Madrasah ini berbasis kitab kuning dengan metode hapalan sebagai metode pembelajaran. Paham yang dikembangkan para guru di madrasah ini adalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama‘ah-Syafi’iyah. Kedua, Madrasah Al-Hasaniyah, sebuah madrasah yang disebut Yusuf Ahmad Lubis sebagai Sekolah Tinggi Islam. Madrasah ini didirikan Syekh Hasan al-Ma’shum. Ia belajar di Makkah dan Madinah, dan menjadi murid Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Para gurunya yang lain adalah Shaykh Ahmad Hayat, Shaykh ‘Abd al-Hamîd al-Quddûs, Shaykh ‘Utsmân Tanjung Pura, Shaykh ‘Abd al-Qâdir al-Mandilî, Shaykh Saleh Bafadil, Shaykh Sa‘id Yamanî, Shaykh ‘Abd al-Karîm Dgestanî, Shaykh ‘Ali Malikî, Shaykh Muhammad Khayyath, dan Shaykh Âmîn Ridhwân. Madrasah ini berbasis kitab kuning, menerapkan metode halaqah, dan menjadi tempat belajar bagi para guru agama yang ingin melanjutkan pelajaran mereka. Madrasah ini mengembangkan paham Ahl al-Sunnah wa al-Jama‘ah-Syafi’iyah.
Al Washliyah merupakan organisasi Islam yang diresmikan di Medan, 30 November 1930. Empat bulan setelah berdiri (sekitar Maret 1931), M. Arsjad Th. Lubis berangkat dan berdomisili ke Meulaboh, Aceh Barat, untuk menjadi guru agama atas permintaan kaum Muslim. Selama 1 tahun, ia ikut mengembangkan Al Washliyah di Aceh Barat. Pada tanggal 14 Desember 1948, Abdurrahman Sjihab berkunjung ke Aceh Barat, dan menemui pengurus cabang Al Washliyah. “Pada tanggal 15 Desember 1948, dikunjungi madrasah Al Washliyah di Meulaboh dan sekitarnya.” Ini merupakan awal Al Washliyah masuk ke Aceh Barat. Kemudian, Al Washliyah membentuk pengurus di kawasan ini. Kongres Al Washliyah ke-IV yang diadakan pada tanggal 15-17 Juli 1944 di Binjai, di antaranya mengadakan pemimpin daerah Al Washliyah di Aceh Timur dan Aceh Barat. Ketua: Kari Sulaiman. Sampai tahun 1951, Al Washliyah telah memiliki pengurus di (1) Meulaboh, (2) P. Serahit, (3) R. Panjang, (4) Ranu Pedang, (5) Sw. Raja, (6) Lele, (7) Tjut Pleuh, (8) Menambe, (9) Tjot Selamat, (10) Mesjid Baru, (11) Reusak, (12) Kr. Tinggi, (13) Kt. Padang, (14) Gn. Panah, (15) Litjeh, (16) Lho’ Bubon, (17) Kp. Tjut, (18) Waw Pandan, (19) Lung Pandjo, (20) Sw. Seumaseh, (21) Tupin Perahu, (22) Lambalek, (23) Lho’ Msle, (24) Kwala Bhee, (25) Paa Mangendrang, (26) Pase Djeneng, (27) Pasi Birah, (28) Laja Lagan, (29) Sireden, (30) Tumaren, (31) Tjot Sapi, (32) Blangmeue, (33) Diren Sibak, (34) Gempa Raja, dan (35) Man Pasieng. Pada era 1950-an, Al Washliyah memiliki pengurus yang tersebar di 35 tempat. Al Washliyah di Aceh Barat pada era 1950-an lebih berkembang ketimbang di Aceh Timur dan Aceh Tengah. Sampai saat ini, Al Washliyah masih berdedikasi di Aceh Barat.
Al Washliyah merupakan organisasi Islam yang juga fokus dalam bidang pendidikan. Dalam rangka peningkatan mutu pendirikan, Majelis Pendidikan (MP) Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah menyusun Sistem Pendidikan Al Washliyah. Sistem Pendidikan Al Washliyah, disingkat SPA, telah disusun dan mengalami beberapa revisi. Terakhir, Surat Keputusan Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah Nomor Kep-348/PB-AW/XXII/XI/2023 tentang Sistem Pendidikan Al Jam’iyatul Washliyah, terbagi menjadi 14 Bab dan 27 Pasal. Sistem Pendidikan Al Washliyah adalah “sistem Pendidikan Al Washliyah adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan Pendidikan Al Washliyah dan tujuan Pendidikan Nasional.” Jalur pendidikan dalam organisasi ini terdiri atas jalur pendidikan formal, jalur pendidikan nonformal, dan jalur pendidikan Informal. Sementara itu, jenjang pendidikan Al Washliyah terdiri atas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Kemudian, jenis pendidikan Al Washliyah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan, pendidikan diniyah, pendidikan pesantren, pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan pendidikan vokasi
Al Washliyah sebagai organisasi Islam terbesar sampai saat ini membuka sekolah maupun madrasah. Di tingkat dasar, Al Washliyah membuka Sekolah Dasar, Madrasah lbtidaiyah, Madrasah lbtidaiyah Diniyah Al Washliyah, dan Diniyah Awwaliyah. Di tingkat menengah, Sekolah Menengah Pertama, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Tsanawiyah Diniyah, dan Diniyah Wustha. Di tingkat atas, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, Madrasah Aliyah, Qismul ‘Aly, Mu’allimin, Diniyah ‘Ulya dan Sekolah Luar Biasa. Al Washliyah juga dapat membuka pondok pesantren, dan sampai saat ini memiliki beberapa universitas dan sekolah tinggi, tetapi belum memiliki akademi, politeknik, dan institut.
Dalam Sistem Pendidikan Al Washliyah disebutkan materi tentang nilai-nilai Kealwashliyahan, organisasi pelajar dan mahasiswa, dan nilai-nilai keagamaan di lembaga pendidikan Al Washliyah. Dalam Pasal 23 tentang Penanaman Nilai-Nilai Kealwashliyahan, disebutkan bahwa (1) Setiap satuan pendidikan Al Washliyah dipimpin oleh seorang muslim yang taat dan dapat menjaga Amanah, (2) Pimpinan, Dosen, Guru, Pegawai/Karyawan dan Mahasiswa/Siswa diwajibkan berbusana lslami kecuali Mahasiswa/Siswa non Muslim, tetapi harus berbusana rapi dan sopan, (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai busana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas diatur dengan ketentuan tersendiri, (4) Setiap jenjang pendidikan Al Washliyah wajib menyajikan mata pelajaran/kuliah Kealwashliyahan yang disampaikan oleh guru, Ustadz, Ustazah, Mu’allim, Dosen yang memiliki pengetahuan mendalam tentang Al Washliyah, dan (5) Pendidik dan tenaga kependidikan di semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan Al Washliyah wajib mengikuti program perkaderan yang dilaksanakan oleh organisasi Al Washliyah sesuai tingkatannya.
Selain itu, dalam Sistem Pendidikan Al Washliyah Pasal 24, juga disebutkan juga tentang organisasi pelajar dan mahasiswa Al Washliyah. (1) Setiap Satuan Pendidikan Al Washliyah pada jenjang pendidikan Dasar dan Menengah wajib mendirikan organisasi Ikatan Pelajar Al Washliyah (IPA). (2) Setiap Perguruan Tinggi Al Washliyah wajib mendirikan organisasi Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (HIMMAH). (3) Pendidik pada setiap jenjang pendidikan Al Washliyah wajib menjadi anggota lkatan Guru dan Dosen Al Washliyah (lGDA). (4) Sarana, prasarana, dan biaya kegiatan untuk organisasi IPA, HIMMAH, dan IGDA di satuan pendidikan Al Washliyah dibiayai oleh sekolah/madrasah dan perguruan tinggi Al Washliyah yang dapat dialokasikan pada RAPB Sekolah/Madrasah atau RAPB Perguruan Tinggi.
Dalam Sistem Pendidikan Al Washliyah Pasal 25, disebutkan juga tentang nilai-nilai keagamaan di lembaga pendidikan Al Washliyah. Disebutkan bahwa (1) Setiap warga di dalam lingkungan satuan pendidikan Al Washliyah berkewajiban menjunjung tinggi dan mengamalkan nilai-nilai keislaman, (2) Pengaturan penyelenggaraan penanaman nilai-nilai keagamaan diatur dalam Peraturan Pelaksanaan Sistem Pendidikan Al Washliyah.
Dalam konteks karakter pendidikan Al Washliyah, saya mengemukakan tujuh karakter. Pertama, cenderung mengutamakan model madrasah dan sekolah (sampai tahun 2023) ketimbang pesantren/dayah. Pasal 8 Ayat e dalam SPA 2023 “Pondok Pesantren dapat didirikan oleh PB. Al Washliyah, PW. Al Washliyah, PD. Al Washliyah maupun Tokoh-tokoh Al Washliyah.” Kedua, memuliakan sanad ilmu, mata rantai guru-murid secara berkesinambungan dari murid terakhir hingga ulama pertama. Kasus Syekh Muhammad Yunus dan Syekh Hasan Ma’sum sebagai rujukan para pendiri dan ulama Al Washliyah. Ketiga, pengarusutamaan Ilmu-ilmu keagamaan (religious sciences) di madrasah; atau ilmu-ilmu rasional (intellectual sciences) di sekolah. Integrasi agama dan sains di sekolah dan perguruan tinggi. Keempat, berbasis kitab kuning, kitab yang ditulis para ulama Timur Tengah dalam bahasa dan aksara Arab maupun yang ditulis oleh ulama lokal dengan aksara Arab berbahasa lokal. Kelima, penggunaan buku ajar karangan ulama/dosen/guru Al Washliyah. Misalnya: M. Arsjad Th. Lubis, Nukman Sulaiman, M. Husein Abd. Karim. Keenam, penegakan etika akademis, misalnya, tertuang dalam karangan Syekh Hasan Ma’sum, Nukman Sulaiman dan M. Husein Abd. Karim, di lembaga pendidikan Al Washliyah. Misalnya, adab murid bagi gurunya, adab murid bagi ikhwannya, adab murid bagi dirinya sendiri, adab murid pada waktunya bagi Allah ta’ala. Ketujuh, pembelajaran mata ajar Kealwashliyahan, kewajiban mengikuti pengkaderan organisasi bagian.
Sebenarnya Al Washliyah juga memiliki konsep karakter pengurus, kader dan anggota Al Washliyah yang harus diajarkan kepada para pelajar dan mahasiswa Al Washliyah. Karakter ini disebut Shibghah Al Washliyah yang menurut Ustaz M. Ridwan Ibrahim Lubis terdiri atas (1) Suka berjamaah dan suka silaturahmi; (2) Berkata yang manis, berbuat lemah lembut; (3) Penampilan yang rapi, manis, tidak berlebih-lebihan; (4) Cermat meneliti sesuatu persoalan, tidak tergesa-gesa; (5) Tekun dalam ibadah; (6) Ikhlas dalam melaksanakan tugas-tugas. Selain itu, Dewan Fatwa Al Washliyah juga menyusun Shibghah Al Washliyah yakni (1) Istiqamah yaitu pendirian yang teguh, kokoh dan tidak berubah sedikit pun oleh kesulitan dan tantangan dalam menegakkan tauhid yang benar dan memperjuangkan tujuan Al Washliyah. (2) Kesalehan, yaitu tetap berbuat yang baik kapan dan dimana saja, baik dalam ibadah maupun dalam muamalah, sehingga terciptalah kesalehan ritual, intelektual dan sosial. (3) Shilah, yaitu senantiasa memelihara hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia. (4) Akhlakulkarimah, terhadap Allah, dalam pergaulan sesama manusia, hubungan dengan makhluk lain dan lingkungan hidup. (5) Mujahadah, yaitu berbuat dan bekerja keras dalam mewujudkan tujuan AlWashliyah.(6) Madaniah,yaitu upaya dalam mengembangkan ilmu, politik, sosial, dan ekonomi untuk kesejahteraan umat.
Penulis : Dr. Ja'far, M.A.