Sibolangit. Bertempat di Bumi Perkemahan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, Pimpinan Komisariat (PK) Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (HIMMAH) se-kawasan Universitas Muslim Nusantara (UMN) Al Washliyah mengadakan Masa Silaturahmi Mahasiswa (MASIMA) pada tanggal 21-22 Oktober 2023. MASIMA adalah salah satu program HIMMAH di tingkat komisariat yang bertujuan untuk menjaring dan memperkenalkan HIMMAH kepada mahasiswa baru.
Menurut Tengku Irhamuddin, selaku Ketua Panita, bahwa MASIMA kali ini diikuti sebanyak 38 peserta yang berasal dari mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Fakultas Hukum, Fakultas Sastra, dan Fakultas Ekonomi. Acara ini dihadiri oleh Plt. Pimpinan Cabang (PC) HIMMAH Kota Medan, PK HIMMAH se-kawasan UMN Al Washliyah, dan para senioren yang antara lain Ade Syahputra Ritonga (Ketua PC HIMMAH Kota Medan 2012-2016), Bambang Prayetno (Presiden Mahasiswa UMN 2023-2024), Muhammad Tahan, Febri, Afni, dan Rizky Widya Ritonga.
Materi yang disampaikan dalam kegiatan ini di antaranya adalah Kealwashliyahan dan Kehimmahan. Dua materi ini disampaikan oleh Direktur Centre For Al Washliyah Studies (Pusat Kajian Al Washliyah), disingkat CAS, yakni Dr. Ismed Batubara, S.H., M.H. Dalam pemaparannya, beliau mengatakan bahwa HIMMAH memang dipersiapkan sebagai barisan intelektual Al Washliyah. Sejak tahun 1956, memang telah dirancang pendirian HIMMAH dan diinisiai oleh Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda Al Washliyah (GPA) pada tanggal 10-14 Maret 1956 di Jakarta . Rencana ini mendapat respons dari sejumlah mahasiswa Al Washliah yang kuliah di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, dimana mereka kemudian mendirikan HIMMAH. Akan tetapi, secara resmi HIMMAH didirikan pada tanggal 30 November 1959 di Medan, setahun setelah UNIVA berdiri pada tanggal 18 Mei 1958.
Dr. Ismed melanjutkan, PP HIMMAH pertama sekali diketuai oleh Rivai Abdul Manaf, dengan Yunus Karim sebagai Sekretaris dan Umar sebagai Bendahara. PP HIMMAH pertama ini terdiri atas mahasiswa Universitas Al Washliyah (UNIVA) dan Universitas Islam Sumatera Utara (UISU). PP HIMMAH II diketuai Makmur Azis yang dipilih saat Muktamar Al Washliyah tahun 1962 di Langsa, dan berefek dengan berdirinya HIMMAH di Daerah Istimewa Aceh. Pada-1964, PP HIMMAH diketuai oleh Arsyad Ja’far, dan merekrut dua mahasiswa Fakultas Kedokteran USU, yaitu Fathi Dahlan dan Imran Nasution. Periode ini HIMMAH telah melakukan aktivisme politiknya dengan demonstrasi dengan kelompok mahasiswa lainnya dengan mendukung BPS (Badan Pendukung Soekarno) untuk memberikan reaksi terhadap pengkultusan pada Soekarno yang dilakukan oleh pendukung fanatiknya. Pucak aktivisme politik HIMMAH adalah saat bergabung dengan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiwa Indonesia) dan berhasil ikut menumpas G.30.S/PKI pada tahun 1965, yang dikenal dengan Angkatan 66.
Pengkaderan di HIMMAH, lanjut Dr. Ismed, dimulai sekitar tahun 1967 di UNIVA pasca Muktamar I HIMMAH di Bandung tahun 1966 yang menghasilkan banyak kader di antaranya A. Muis Ay. dari Fakultas Kedokteran USU Medan. Pengkaderan sangat strategis sifatnya karena pada saat itu masih ada PNI ASU yang condong ke “kiri” dan isu gerejani di kalangan masyarakat, tidak terkecuali di kampus. Efek pengkaderan juga menumbuhkembangkan HIMMAH di seluruh perguruan tinggi di Kota Medan. Pengkaderan selanjutnya diadakan pada tahun 1968 yang menghasilkan kader di antaranya A. Jabbar Rambe dari Fakultas Teknik USU. Pasca pengkaderan ini, Dr. Ismed melanjutkan, HIMMAH mendirikan Badan Kordinasi (Badko) Dakwah yang mengirimkan Tim Dakwah ke daerah minoritas Muslim, seperti Tapanuli Utara, Tanah Karo, dan Simalungun. Pada tahun yang sama, HIMMAH cabang Padangsidempuan pun telah terbentuk dan diketuai oleh Rahmad Nainggolan. Pada saat ini, HIMMAH telah banyak berdiri di berbagai kota dan provinsi di Indonesia.
Di akhir pemaparannya, Dr. Ismed menyampaikan bahwa melalui HIMMAH mahasiswa dapat menambah pengetahuan, khususnya pengetahuan agama, kemudian memperkuat skill dan memiliki attitude (sikap mental) yang baik. Beliau juga berpesan bahwa dalam berjuang di HIMMAH, seorang kader haruslah menjadi pejuang sejati, bukan menjadi pekerja, apalagi menjadi “pemain”.
Pengisi materi selanjutnya adalah Ade Syahputra Ritonga yang memaparkan materi “Mahasiswa: Antara Harapan dan Kenyataan.” Ade menyampaikan bahwa mahasiswa harus peka terhadap perkembangan di sekitarnya, jangan hanya menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang, kuliah-pulang). Mahasiswa harus berbicara dan menyikapi apa yang terjadi dan jangan alergi berpolitik. Kegiatan MASIMA ini juga diisi dengan game sehingga peserta sembari menimba ilmu juga dapat have a fun bersama-sama peserta lainnya. Dalam sesi penutupan di Minggu pagi, diadakan silaturrahmi antara peserta, panitia, senioren dan alumni, kemudian ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Dahnil yang adalah mahasiswa dari Fakultas Sastra jurusan Bahasa Inggris. Kemudian kegiatan ditutup dengan makan siang bersama. (Isbara).