SYUKUR Alhamdulillah, pada tanggal 30 November 2021 yang lalu, Al Jam’iyatul Washliyah (Al Washliyah) sudah berusia 91 tahun. Karena itu, sembilan tahun lagi Al Washliyah akan berusia 1 abad. Al Washliyah relatif berhasil melewati ragam badai kehidupan, bak karang di tengah lautan, sejak era kolonial sampai di era digital seperti sekarang ini. Tentu semua ini tidak lepas dari anugerah Allah Swt., dan perjuangan kader-kader Al Washliyah, mulai dari generasi pendiri sampai generasi terkini, dimana mereka secara konsisten terus berusaha untuk “memajukan, mementingkan dan menambah tersiarnya agama Islam”, agama luhur nan damai yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. untuk menjadi rahmat bagi semesta alam (rahmat li al-‘âlamîn).
Konstituen Al Washliyah juga patut bersyukur atas capaian-capaian Al Washliyah sampai saat ini. Organisasi yang diresmikan di sebuah madrasah tradisional yang terletak di Kota Medan oleh anak-anak muda di masanya, kini telah mampu tampil di pentas nasional. Sampai Muktamar Al Washliyah ke-22 yang diadakan di Jakarta, 19-21 Maret 2021, terlihat bahwa organisasi ini sudah melebarkan sayapnya ke 29 provinsi di Indonesia. Amal usaha dan kadernya juga tersebar di hampir seluruh seantero Nusantara, mulai dari kawasan barat sampai kawasan timur Indonesia. Capaian-capaian terkini Al Washliyah sudah diungkap secara jelas dalam “Khutbah Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah Memperingati Ulang Tahun Al Jam’iyatul Washliyah ke-91: 30 November 1930 – 30 November 2021.”
Isu “internasionalisasi Al Washliyah” yang terdapat dalam khutbah tersebut penting dan menarik untuk didiskusikan. Dalam khutbah itu, terungkap tiga kalimat penting, “… Kita berkomitmen agar Al Washliyah kembali bangkit dan terus berkontribusi bagi agama, bangsa dan negara, mulai dari tingkat lokal sampai ke pentas nasional bahkan internasional,” “Alhamdulillah saat ini kita sudah memiliki 29 Pengurus Wilayah (PW) dari 34 Propinsi dan 2 Perwakilan luar negeri. Keberadaan dua perwakilan luar negeri ini semakin menunjukkan bahwa Al Washliyah sudah mulai bergerak, bukan saja di pentas nasional, tetapi juga di pentas internasional …,” dan “… Era digital seperti saat ini seharusnya menjadi momentum bagi Al Washliyah untuk tampil menjadi organisasi maju dan bertaraf internasional mengingat tidak ada lagi sekat-sekat negara dan wilayah sebagai dampak dari perkembangan mutakhir dalam bidang teknologi informasi …” Tiga kalimat ini menunjukkan bahwa wacana internasionalisasi ingin kembali digulirkan oleh Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah periode 2021-2026.
Makna Internasionalisasi Al Washliyah
Pernyataan “kembali digulirkan” dalam kalimat terakhir pada paragraf di atas bermakna bahwa gerakan internasionalisasi Al Washliyah bukanlah wacana baru. Karena para pendiri Al Washliyah bukan saja sudah berwacana, tetapi juga sudah merealisasikan wacana itu, meskipun masih dalam tahap permulaan yang perlu dilanjutkan oleh pengurus Al Washliyah saat ini. Internasionalisasi Al Washliyah bahkan sudah dilakukan pada era penjajahan Belanda dan berlangsung sampai era berikutnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata internasional diartikan sebagai “menyangkut bangsa atau negeri seluruh dunia, antarbangsa.” Sedangkan kata internasionalisasi berarti “penginternasionalan.” Dalam ilmu ekonomi, internasionalisasi dimaknai sebagai “proses adaptasi suatu perusahaan (strategi, struktur, sumber daya) ke dunia internasional” (Calof & Beamish, 1995).
Dalam konteks ini, internasionalisasi Al Washliyah bermakna “proses mengubah wajah gerakan Al Washliyah dari organisasi berskala lokal dan nasional menjadi organisasi berskala internasional sehingga kemudian Al Washliyah mampu secara aktif berperan tidak saja di level nasional tetapi juga di pentas global.” Wacana seperti ini relatif sukses dijalankan oleh organisasi-organisasi Islam seperti Hizbut Tahrir, Jamaah Tabligh, Ikhwan al-Muslimun dan Gulen Movement, dan belakangan oleh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Walaupun pahit, tetapi perlu diungkap bahwa Al Washliyah sudah tertinggal beberapa langkah dari organisasi-organisasi Islam itu.
Benarkah internasionalisasi Al Washliyah bukan wacana baru? Jawaban dari pertanyaan ini bisa dicari dalam sumber-sumber Kealwashliyahan yang terbit sebelum dan sesudah
kemerdekaan, dan segera terlihat bahwa internasionalisasi bukan sebatas ide, melainkan sudah direalisasikan oleh para pendiri Al Washliyah. Akan terbukti bahwa Al Washliyah pernah (1) memiliki cabang di luar negeri, (2) memberikan respons terhadap isu-isu strategis berskala internasional, (3) mampu menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional, dan (4) berperan dalam forum internasional untuk menyelesaikan isu kemanusiaan.
Revitalitasi Gerakan Menginternasionalkan Al Washliyah
Secara khusus, artikel ini hendak menunjukkan bahwa gerakan internasionalisasi Al Washliyah telah mendapatkan perhatian dari para pendiri Al Washliyah sejak era 1930-an dan berlangsung sampai era berikutnya. Namun, gerakan internasionalisasi ini sempat meredup sehingga perlu mendapatkan perhatian kembali dan terus didukung dan diperkuat menjelang Al Washliyah memasuki usia satu abad. Sumber-sumber kealwashliyahan telah menunjukkan secara nyata bahwa sebenarnya para pendiri Al Washliyah memiliki wawasan dan program berskala global. Pengurus Besar (PB) Al Washliyah saat ini, dalam berbagai kesempatan, telah menggulirkan kembali wacana dan gerakan internasionalisasi Al Washliyah.
Empat hal berikut dapat menjadi beberapa upaya menginternasionalisasikan Al Washliyah. Pertama, membentuk pengurus cabang istimewa Al Washliyah di berbagai negara. Usaha membentuk pengurus Al Washliyah di luar negeri sudah dimulai kurang lebih setelah empat tahun Al Washliyah diresmikan. Ini bisa dilihat tatkala Ismail Banda sebagai ketua pertama Al Washliyah memutuskan untuk melanjutkan studi ke Madrasah Shaulatiyah dan Masjidilharam di Makkah. Setelah berdomisili di Makkah, pada bulan September 1934, ia membentuk sekaligus memimpin Al Washliyah cabang Makkah. Setelah ia hijrah ke Kairo, Mesir, Al Washliyah cabang Makkah dipimpin oleh M. Husein Abd. Karim yang kelak menjadi ulama ternama Al Washliyah. H. Abdurrahman Sjihab, setelah menunaikan ibadah haji (23 Agustus 1939 – 16 Februari 1940), menginformasikan bahwa Al Washliyah cabang Makkah masih aktif karena masih banyak pelajar Al Washliyah yang menuntut ilmu di Makkah. Selama di Makkah, mereka kerap mengadakan berbagai pertemuan yang memunculkan kekhawatiran pemerintah Saudi Arabia. Dengan demikian, para pendiri Al Washliyah memiliki visi global, bahwa Al Washliyah harus hadir dan berkiprah bukan saja di level lokal dan nasional, tetapi juga di pentas global.
Dalam acara Ya Salam serial ke-30 yang diadakan pada hari Senin, 20 Desember 2021, Ketua Umum PB Al Washliyah mengungkapkan bahwa PB Al Washliyah saat ini juga sedang berusaha membentuk pengurus perwakilan di luar negeri. Menurut Laporan Pertanggungjawaban PB Al Jam’iyatul Washliyah Periode 2015-2020, Al Washliyah baru memiliki dua Pengurus Perwakilan Luar Negeri (PPLN) yakni PPLN Eropa dan PPLN Mesir.
Saat ini, PB Al Washliyah sedang membentuk PPLN di Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam. Tentu, Al Washliyah perlu memanfaatkan seluruh konstituennya yang ada di luar negeri dalam rangka merealisasikan agenda pembentukan pengurus perwakilan luar negeri ini.
Sekedar saran, Al Washliyah perlu memotivasi, mencarikan beasiswa, dan memberangkatkan pelajar-pelajar terbaiknya terutama kader-kader Ikatan Pelajar Al Washliyah (IPA) dan Himpunan Mahasiswa Al Washliyah sebagai calon pemimpin masa depan Al Washliyah, untuk melanjutkan studi ke berbagai benua, bukan saja ke Timur Tengah, tetapi juga ke Australia, Eropa dan Amerika. Setelah itu, mereka bertugas membentuk Pengurus Perwakilan Luar Negeri (PPLN) dan menjadi duta Al Washliyah dalam rangka mengenalkan Al Washliyah di dunia internasional.
Kedua, membangun kembali jejaring kerjasama dengan berbagai lembaga di luar negeri. Agenda ini sebenarnya sudah dimulai oleh para pendiri Al Washliyah pada akhir era 1930an, terutama ketika Ismail Banda dan Baharuddin Ali memperoleh beasiswa dari Universitas al-Azhar, dan Al Washliyah kemudian mengirimkan surat khusus kepada Syekh Muhammad Mushthafa al-Marâghî sebagai Rektor Universitas al-Azhar saat itu.
Sejak itu, hubungan Al Washliyah dengan Universitas al-Azhar secara langsung maupun tidak langsung semakin mantab. Sejak peristiwa itu, dan bahkan sampai saat ini, banyak pelajar Al Washliyah memutuskan untuk belajar ke Universitas al-Azhar. Grand Syekh al-Azhar diketahui juga pernah mengunjungi amal usaha Al Washliyah beberapa kali, dan Al Washliyah melalui Ustaz Nukman Sulaiman sebagai Rektor Universitas Al Washliyah (UNIVA) juga pernah mengadakan kunjungan ke Universitas al-Azhar, terutama dalam rangka membangun kerjasama.
Dalam konteks agenda kedua ini, kampus-kampus Al Washliyah harus mampu melanjutkan agenda yang sudah digulirkan oleh para pendiri Al Washliyah sejak lama. Karena itu, kampus-kampus Al Washliyah perlu menjalin dan terus memperkuat hubungan kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi ternama, tidak saja di Timur Tengah, tetapi juga di Eropa, Amerika dan Australia. Pimpinan kampus-kampus Al Washliyah harus mampu membawa institusinya menjadi universitas kelas dunia (world class university). Dalam acara Ya Salam serial ke-30, terlihat bahwa Dr. H. Masyhuril Khamis, S.H., M.M. sebagai Ketua Umum PB Al Washliyah menilai penting upaya merealisasikan agenda ini dengan menegaskan bahwa kampus-kampus Al Washliyah perlu membangun kerjasama dengan kampus-kampus ternama di luar negeri, termasuk menjalin kembali hubungan dengan Universitas al-Azhar.
Ketiga, meningkatkan peran dan respons terhadap ragam persoalan di level internasional. Dalam agenda ini, Al Washliyah perlu mengambil peran dalam berbagai aktivitas di luar negeri, terutama menghadiri dan berpartisipasi secara aktif dalam berbagai pertemuan bercorak keagamaan tingkat dunia, menyampaikan pesan-pesan Islam untuk perdamaian global di forum internasional, dan mengambil peran secara aktif dalam menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan yang terjadi di luar negeri. Al Washliyah juga tidak boleh absen dalam memberikan respons terhadap berbagai persoalan dunia.
Untuk isu terakhir, Al Washliyah sejauh ini kerap memberikan respons terhadap persoalan-persoalan di luar negeri, misalnya mendukung kemerdekaan rakyat Palestina yang sudah dilakukan sejak Ismail Banda berkiprah di Timur Tengah serta dukungan terhadap hak-hak etnis Rohingya di Myanmar. Tentu, hal ini patut dipertahankan dan ditingkatkan. Hanya saja, Al Washliyah juga perlu memberikan dukungan nyata, bukan hanya dengan kata-kata, dalam menyelesaikan masalah kemanusiaan di luar negeri, sekecil apapun itu. Al Washliyah, misalnya, bisa memberikan beasiswa studi untuk sebagian anak Palestina dan komunitas Rohingya untuk kemudian mereka bisa belajar dan kuliah secara gratis di lembaga-lembaga pendidikan Al Washliyah.
Bantuan 1 juta liter air bersih untuk warga Palestina yang diberikan oleh PB Al Washliyah beberapa waktu lalu adalah bentuk nyata peran organisasi ini di luar negeri, dan aktivitas seperti ini perlu diteruskan. Menarik juga pernyataan Abdillah Onim saat menjadi narasumber dalam acara Ya Salam Serial ke-18, 13 September 2021, yang berharap Al Washliyah bisa membangun madrasah di Palestina dan juga mendirikan pabrik air bersih gratis untuk warga Palestina di sana. Harapan ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi konstituen Al Washliyah di Indonesia, sekaligus menjadi peluang bagi Al Washliyah untuk bisa berkontribusi secara aktif dalam menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan di luar negeri.
Keempat, mengenalkan gagasan monumental para pendiri dan pemikir Al Washliyah ke pentas global. Tak bisa diingkari bahwa gagasan para pendiri dan pemikir Al Washliyah masih belum dikenal dengan baik oleh publik di luar negeri. Bahkan, di kalangan internal sendiri pun, pemikiran brilian mereka masih begitu asing.
Satu persoalan menjadi penyebabnya, yakni karya-karya mereka merupakan barang lawas dan langka, tak banyak kader yang menyimpan karya-karya agung mereka. Mirisnya lagi, perpustakaan milik Al Washliyah juga tidak mengoleksi karya-karya mereka, sebagian maupun seluruhnya. Ini tentu cukup berbahaya bagi masa depan Al Washliyah secara ideologis.
Jika generasi muda Al Washliyah masih asing dengan pemikiran para pendiri organisasinya, maka mereka, dan juga Al Washliyah, berpotensi dipengaruhi oleh pemikiran para pemikir lain yang bisa jadi tidak relevan, atau malah bertentangan, dengan semangat moderat (wasathiyyah) yang dibawa oleh para pendiri dan diteruskan oleh ulama-ulama Al Washliyah. Akhirnya, Al Washliyah berpotensi bisa kehilangan jati diri sebagai ormas Islam yang didirikan oleh figur moderat yang berpaham Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ‘ah seperti Ismail Banda, Abdurrahman Sjihab, Yusuf Ahmad Lubis dan M. Arsjad Th.Lubis. Al Washliyah adalah organisasi Islam moderat, tidak ekstrem kiri dan tidak ektrem kanan, sebagaimana sudah ditegaskan oleh Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah periode 2015-2020, Ustaz Ramli Abdul Wahid.
Karena itu, mengenalkan kembali gagasan para pendiri dan pemikir Al Washliyah mutlak dilakukan, agar generasi muda Al Washliyah, dan bahkan dunia internasional, dapat mengenal figur mereka dan gagasan yang mereka usung. Karena itu, mengumpulkan dan menerbitkan kembali semua karya mereka, meneliti pemikiran yang terkandung di dalam karya mereka kemudian mempublikasikan hasilnya, bahkan menerjemahkan karya-karya agung mereka ke bahasa internasional terutama ke dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris mutlak perlu dilakukan.
Dalam konteks internasionalisasi Al Washliyah, menerbitkan karya-karya pendiri dan pemikir Al Washliyah serta hasil-hasil penelitian terhadap pemikiran mereka ke dalam bahasa internasional menjadi salah satu agenda penting di masa mendatang. Pemanfaatan teknologi digital tentu akan semakin mempermudah realisasi agenda ini.
Lembaga Kajian Strategis Al Washliyah (LKSA) PB Al Washliyah saat ini terus merintis jalan untuk turut menginternasionalisasikan Al Washliyah, dan salah satu strateginya adalah mengadakan International Conference on Al Washliyah Studies dan menerbitkan riset-riset tentang organisasi Al Washliyah dalam bahasa Inggris pada Journal of Al Washliyah Studies, sebuah jurnal yang baru saja dibangun berkat kerjasama Centre For Al Washliyah Studies (CAS) dengan LKSA PB Al Washliyah periode 2021-2026. Nashrun minallâh wa fathun qarîb, wa basysyiril mu’minîn.
Dr. Ja’far, M.A.
- Dosen Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe.
- Ketua Lembaga Kajian Strategis Al Washliyah Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah Periode 2021-2026