URGENSI MELAHIRKAN MUSLIM YANG BERTAQWA.
Melahirkan muslim yang beriman dan bertaqwa; taat menjalankan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya merupakan salah satu tujuan pendidikan Islam, sesuai firman Allah SWT dalam Al-Qur’an “Tidak kami ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah”. Namun sering kali tujuan ini gagal dicapai oleh lembaga pendidikan umum bahkan oleh lembaga pendidikan Islam itu sendiri.
Di Indonesia, indikator kegagalan ini sangat kentara terlihat ketika survey yang dilakukan sejak tahun 2011 oleh beberapa lembaga survey termasuk Lembaga Survei Indonesia bekerja sama dengan Goethe Institute dan The Friedrich Naumann Foundation for Freedom membeberkan hasil survei mereka mengenai kehidupan beragama dan perilaku kaum muda Islam Indonesia terhadap agamanya. Hal ini disampaikan dalam diskusi “Tata Nilai, Impian, Cita-Cita Pemuda Muslim di Asia Tenggara” yang diadakan di Goethe Institute, Jakarta Pusat, Selasa (14/6/2011).
Survey pada tahun 2011 itu menyebutkan bahwa hanya 28,7 persen dari responden yang mengaku sholat lima waktu sehari, Sementara itu, hanya 59,6 persen menyatakan selalu berpuasa pada bulan Ramadhan. Ketika ditanya mengenai penguasaan Al-Qur’an hanya 11,7 persen memahami sebagian besar isi kitab suci agama Islam itu.
Pada tahun 2017, Alvara Research Center melansir hasil survei tentang potret keberagamaan muslim Indonesia. Terkait dengan intensitas salat lima waktu, hasil survey menyebutkan hanya 41,8 persen responden mengaku sering melakukan salat, serta hanya 22 persen selalu menjalankan salat lima waktu dan kadang-kadang berjamaah. Hanya 0,9 persen responden yang mengatakan sama sekali tidak pernah melaksanakan salat.
Selain itu, Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, jumlah tindak kejahatan yang dilaporkan di seluruh Indonesia sepanjang 2022 sebanyak 372.965 kejadian. Angka tersebut melonjak tajam 55,73% dari tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Sepanjang 2021, ada sebanyak 239.481 kejadian tindak kejahatan yang dilaporkan di Tanah Air.
Secara tren, jumlah tindak kejahatan di Indonesia cenderung meningkat dalam dua dekade terakhir. Level tertinggi tercatat pada 2022, sedangkan level terendah pada 2002 sebanyak 184.359. Ini bermakna tindak kejahatan terus meningkat. Hal ini seperti terlihat pada grafik di atas.
Naiknya jumlah kejadian kejahatan tersebut membuat selang waktu tindak kejahatan (crime clock) semakin cepat, yaitu menjadi 84 detik pada 2022. Artinya, pada tahun lalu tindak kejahatan terjadi setiap 1 menit 24 detik sekali.
Dengan naiknya jumlah tindak kejahatan, risiko terkena tindak kejahatan (crime rate) juga meningkat menjadi 137 per 100.000 penduduk pada 2022. Angka risiko terkena tindak kejahatan tersebut lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 90 per 100.000 penduduk.
PENYEBAB KEGAGALAN MELAHIRKAN MUSLIM YANG BERTAQWA.
Beberapa penyebab kegagalan melahirkan muslim yang bertaqwa antara lain adalah kurangnya seorang muslim mendapatkan pendidikan Islam, atau disebabkan lembaga pendidikan Islam yang belum menyusun kurikulum dan materi yang mengandung subtansi yang bisa menggerakkan kesadaran untuk melakukan ketaatan.
Penyebab pertama dari dua penyebab di atas yakni kurangnya seorang muslim mendapatkan pendidikan Islam biasanya terjadi pada siswa yang belajar di lembaga pendidikan umum, mulai dari SD, SMP dan SMA sampai perguruan tinggi.
Durasi waktu pendidikan agama khususnya mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah umum sekarang makin sedikit jika dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya. Kurikulum Merdeka ini memberikan kesempatan sebanyak 72 hingga 108 jam/ tahun untuk PAI. Perhitungannya, dalam satu pekan ada 2 jam pelajaran dikalikan 36 minggu. Kemudian, bisa ditambahkan 1 jam pelajaran untuk proyek agama Islam, sehingga jika ditotal ada 108 jam PAI selama setahun.
Kondisi ini memunculkan anggapan bahwa pemerintah menganggap pendidikan Islam khususnya tidak berpengaruh terlalu penting dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, maju dan mampu berkompetensi dalam ranah global. Padahal, pendidikan agama Islam jika dikelola dengan baik akan sangat berpengaruh dalam memperbaiki pola pikir, karakter, keyakinan serta sangat memotivasi siswa untuk berkembang dalam meraih cita-cita mulia dan maju.
Memperlama durasi waktu untuk belajar ilmu agama ini tidak bisa diatasi oleh masyarakat muslim yang hidup di lingkungan yang tidak memprioritaskan pendidikan agama dan kegiatan keagamaan, misalnya di lingkungan yang tidak pernah mengadakan kegiatan pengajian mingguan atau bahkan bulanan sama sekali. Sebaliknya, sebuah lingkungan yang rutin mengadakan acara pengajian atau kegiatan edukasi pendidikan keagamaan Islam lainnya, maka kegiatan edukasi seperti ini akan mampu memperbanyak durasi waktu belajar ilmu Islam.
Penyebab kedua kegagalan membentuk muslim yang bertaqwa adalah lemahnya lembaga pendidikan Islam dalam menyusun kurikulum dan materi yang mengandung subtansi yang bisa menggerakkan kesadaran untuk melakukan ketaatan merupakan hal yang terjadi di sebagian besar pendidikan Islam di Indonesia.
Trilogi ilmu Islam yang terdiri dari ilmu akidah, fiqih dan akhlak tasawuf secara umum memang diajarkan di sebagian besar lembaga pendidikan Islam, tetapi kedalaman (Squen) dan keluasan (scope) yang belum maksimal. Sebagian hanya terbatas pada batas fardhu ‘ain saja bahkan ada yang belum sampai ke batas fardhu ‘ain itu sendiri. Karena itu tiga ilmu ilmu keislaman ini sangat perlu diperhatikan scope dan squennya agar benar-benar efektif dalam pengajarannya.
Sebagaimana ketentuan yang tertera dalam ajaran Islam, maka pelajaran Akidah merupakan ilmu mendasar yang harus diprioritaskan dan diajarkan terlebih dulu kepada seorang muslim sebelum dua ilmu lainnya apalagi ilmu umum lainnya. Untuk menanamkan akidah yang kuat, seorang guru sangat perlu mengaitkan ilmu sains modern dengan Al-Qur’an karena kebenaran Al-Qur’an sangat didukung oleh sains modern sebagaimana ucapan seorang orientalis Perancis Maurice Buchail, baik masalah Big Bang, perkembangan Embrio, ilmu Astronomi dan lainnya. Apalagi pelajaran Akidah ini pun mempunyai pengaruh dan motivasi yang sangat besar dalam membentuk ketakwaan kepada seorang muslim.
Bagaimana tidak, tidak ada motivasi terbesar dan terbaik bagi orang yang beriman dalam beribadat yang melebihi dari motivasi untuk mendapatkan kenikmatan surga dan terhindar dari pedihnya siksaan neraka, apalagi di sana seorang muslim akan melihat Zat Allah SWT yang sangat dicintainya dan juga akan bersama Rasulullah SAW dalam SurgaNya.
Motivasi untuk beribadah dan menjauhkan dosa (traghib wa traghib) benar-benar mendapatkan momentum yang tepat ketika mengajarkan materi Ilmu Akidah sehingga bisa diuraikan secara luas dan mendalam ketika pembahasan tentang keimanan kepada surga dan neraka, adanya jembatan (Sirath), timbangan amalan (Mizan), adanya nikmat dan siksa usai kematian dan adanya telaga Kautsar,
Dalam mengajarkan tentang keimanan kepada hal-hal di atas, seorang guru bisa menguraikan dosa-dosa yang menyebabkan seseorang masuk neraka, penyebab azab usai kematian, dosa penyebab tergelincirnya seseorang di jembatan Sirath dan memberatkannya di timbangan.
Demikian juga dalam mengajarkan materi akidah ini, seorang guru bisa memberikan berbagai amalan-amalan yang menjadi sebab seseorang masuk surga, bisa mendapatkan nikmat usai kematian, agar mudah melewati jembatan Sirath dan amalan yang menyelamatkannya dari hisab dan Mizan serta amalan yang membuat seseorang mendapatkan syafaat serta bisa menikmati telaga Kautsar yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadits sahih.
Karena itu, sebenarnya ilmu Akidah jika disempurnakan materi dan kedalamannya dan diajarkan oleh guru yang profesional akan sangat berpengaruh dalam menciptakan muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, baik karena adanya keimanan yang tertancap kuat dengan bukti sains modern, juga karena motivasi yang sangat besar dalam mengajak seorang muslim agar beribadah kepada Allah SWT dan menjauhi laranganNya.
Kemudian, setelah akidah dan motivasi beribadah telah tertancap kuat dalam hatinya, maka seorang muslim akan sangat bersemangat untuk mencari ilmu prosedur dan tatacara agar amalan dan ketaatan itu bisa dilakukan dengan cara yang benar, saat inilah pelajaran Fiqih akan memainkan perannya yakni bertugas membimbing agar sebuah ibadah bisa dilakukan sesuai syarat dan rukunnya.
Dilanjutkan dengan pembelajaran ilmu akhlak Tasawuf yang sebagiannya telah dijelaskan dalam ilmu Akidah. Ilmu ini bertujuan agar sebuah ibadah benar-benar dilaksanakan karena Allah semata-mata dan bagaimana agar seorang muslim menghayati nilai-nilai, etika serta ruh yang terkandung dalam sebuah perintah Allah dan laranganNya.
Semoga pembelajaran ilmu Akidah di berbagai lembaga pendidikan disempurnakan keluasan dan kedalamannya agar makin banyak lahir muslim yang bertaqwa.
Penulis : Tgk. Dr. Mannan, M.Ed. (Dosen IAIN Lhokseumawe)